Kebangkitan
Ekonomi Syari’ah Bagian Pertama
Apabila bicara
mengenai jumlah kaum muslim maka Indonesia memiliki jumlah pemeluk agama islam
yang sangat besar yaitu sekitar 185 juta jiwa. Dari jumlah yang ada, baru
sebagian kecilnya yang mempercayakan dananya ke perbankan syari’ah. Hal
tersebut merupakan problema yang dihadapi praktisi perbankan syari’ah sekaligus
menjadi tantangan untuk terus mengembangkan bank dengan konsep syari’ah ini di
tengah-tengah masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Dilihat dari sisi
market sharenya yang mengalami pertumbuhan sebesar 40%/tahun, perbankan
syari’ah diprediksi akan terus meningkat di tahun-tahun berikutnya seiring dengan
kepercayaan masyarakat terhadap bank-bank syari’ah dan ghirah keislaman yang
berkembang di masyarakat, demikian dikemukakan Anif Punto Utomo, Ekonom
Republika dalam acara Bincang Ekonomi Syari’ah Problem Tantangan dan Strategi
Perbankan Syari’ah, Hotel Preanger Bandung, 30 Mei 2012.
Apa yang menjadi
keraguan masyarakat untuk menjadi nasabah bank syari’ah lebih kepada inovasi
produk, layanan, SDM serta sosialisasi dan edukasi. Berbicara tentang syari’ah
tentu berbeda dengan konsep konvensional. Ada sisi ibadah muamalahnya dibanding
hitungan untung rugi. Menurut DR. A. Riawan Amin selaku Ketua Dewan Kehormatan
ASBISINDO sekaligus Dirut BJBS mengatakan lebih baik memercayakan dana kita di bank
syari’ah dibandingkan dengan sama sekali meninggalkannya dan menjadi nasabah
bank konvensional, demikian ujarnya ketika menjawab keraguan masyarakat terhadap
ke”murni”an syari’ah perbankan syari’ah. Dia juga menerapkan konsep syari’ah
kedalam konsep manajemen yang diterapkan di institusinya. Dia mewajibkan para
pemimpin di kantornya untuk berkhutbah minimal 3 kali dalam satu tahun.
Mengapa? Karena dalam khutbah pemimpin akan membagikan dan mengajarkan ilmu
yang dia ketahui, selain itu dalam khutbah pemimpin akan belajar untuk menjadi
lebih baik. Dan yang tak kalah pentingnya dalam khutbah para pemimpin akan malu
untuk mengatakan apa yang tidak dia kerjakan sehingga diharapkan dengan konsep
ini para pemimpin ini dapat lebih memperhatikan ummat.
Di lain pihak,
SDM yang memahami dan menguasai mengenai perbankan syari’ah masih cukup sulit
dipenuhi oleh perguruan tinggi yang ada. Tenaga-tenaga lulusan perguruan tinggi dinilai masih menguasai ilmu syariah dan keuangan secara parsial sehingga
bank syari’ah biasanya merekrut karyawan mereka dari mantan karyawan bank
konvensional.
Ditambahkan Anif,
perbankan syari’ah saat ini sedang mengalami fase kebangkitannya. Hal ini dapat
diukur dari Rangking Aset tahun 2011 bahwasannya Indonesia berada di urutan
ke-4 setelah Iran, Malaysia, dan Arab. Dinilai dari prestasi ini,
pertumbuhannya dimulai dari dukungan pemerintah yang cukup baik terhadap perbankan syari’ah sekaligus driven
market dari masyarakat Indonesia yang sama besarnya.
Acara Bincang
ekonomi Syari’ah yang digelar oleh Harian Umum Republika ini dibagi kedalam 2
sesi. Sesi pertama berbicara mengenai problema dan tantangan perbankan syari’ah
dan sesi kedua diisi oleh Edi Setiadi dari Direktorat Kredit UMKM Bank
Indonesia, Riyanto Dirut Bukopin Syari’ah dan Perry Tristianto dari kalangan
usaha. PKPU sebagai Lembaga Zakat Nasional sedianya memiliki peran sebagai
lembaga yang mengelola dana sosial dari institusi perbankan. Lebih dari itu,
peran dalam peningkatan perekonomian masyarakat melalui permodalan usaha mikro
merupakan peran strategis yang seharusnya menjadi suatu solusi bagi keraguan
masyarakat akan lembaga berbasis syari’ah di Indonesia. (PKPU/Dwi
Enamarty/Bandung).