Click !

Rabu, 30 Mei 2012


Kebangkitan Ekonomi Syari’ah Bagian Pertama

Apabila bicara mengenai jumlah kaum muslim maka Indonesia memiliki jumlah pemeluk agama islam yang sangat besar yaitu sekitar 185 juta jiwa. Dari jumlah yang ada, baru sebagian kecilnya yang mempercayakan dananya ke perbankan syari’ah. Hal tersebut merupakan problema yang dihadapi praktisi perbankan syari’ah sekaligus menjadi tantangan untuk terus mengembangkan bank dengan konsep syari’ah ini di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim. Dilihat dari sisi market sharenya yang mengalami pertumbuhan sebesar 40%/tahun, perbankan syari’ah diprediksi akan terus meningkat di tahun-tahun berikutnya seiring dengan kepercayaan masyarakat terhadap bank-bank syari’ah dan ghirah keislaman yang berkembang di masyarakat, demikian dikemukakan Anif Punto Utomo, Ekonom Republika dalam acara Bincang Ekonomi Syari’ah Problem Tantangan dan Strategi Perbankan Syari’ah, Hotel Preanger Bandung, 30 Mei 2012.


Apa yang menjadi keraguan masyarakat untuk menjadi nasabah bank syari’ah lebih kepada inovasi produk, layanan, SDM serta sosialisasi dan edukasi. Berbicara tentang syari’ah tentu berbeda dengan konsep konvensional. Ada sisi ibadah muamalahnya dibanding hitungan untung rugi. Menurut DR. A. Riawan Amin selaku Ketua Dewan Kehormatan ASBISINDO sekaligus Dirut BJBS mengatakan lebih baik memercayakan dana kita di bank syari’ah dibandingkan dengan sama sekali meninggalkannya dan menjadi nasabah bank konvensional, demikian ujarnya ketika menjawab keraguan masyarakat terhadap ke”murni”an syari’ah perbankan syari’ah. Dia juga menerapkan konsep syari’ah kedalam konsep manajemen yang diterapkan di institusinya. Dia mewajibkan para pemimpin di kantornya untuk berkhutbah minimal 3 kali dalam satu tahun. Mengapa? Karena dalam khutbah pemimpin akan membagikan dan mengajarkan ilmu yang dia ketahui, selain itu dalam khutbah pemimpin akan belajar untuk menjadi lebih baik. Dan yang tak kalah pentingnya dalam khutbah para pemimpin akan malu untuk mengatakan apa yang tidak dia kerjakan sehingga diharapkan dengan konsep ini para pemimpin ini dapat lebih memperhatikan ummat.

Di lain pihak, SDM yang memahami dan menguasai mengenai perbankan syari’ah masih cukup sulit dipenuhi oleh perguruan tinggi yang ada. Tenaga-tenaga lulusan perguruan tinggi dinilai masih menguasai ilmu syariah dan keuangan secara parsial sehingga bank syari’ah biasanya merekrut karyawan mereka dari mantan karyawan bank konvensional.

Ditambahkan Anif, perbankan syari’ah saat ini sedang mengalami fase kebangkitannya. Hal ini dapat diukur dari Rangking Aset tahun 2011 bahwasannya Indonesia berada di urutan ke-4 setelah Iran, Malaysia, dan Arab. Dinilai dari prestasi ini, pertumbuhannya dimulai dari dukungan pemerintah yang cukup baik terhadap perbankan syari’ah sekaligus driven market dari masyarakat Indonesia yang sama besarnya.

Acara Bincang ekonomi Syari’ah yang digelar oleh Harian Umum Republika ini dibagi kedalam 2 sesi. Sesi pertama berbicara mengenai problema dan tantangan perbankan syari’ah dan sesi kedua diisi oleh Edi Setiadi dari Direktorat Kredit UMKM Bank Indonesia, Riyanto Dirut Bukopin Syari’ah dan Perry Tristianto dari kalangan usaha. PKPU sebagai Lembaga Zakat Nasional sedianya memiliki peran sebagai lembaga yang mengelola dana sosial dari institusi perbankan. Lebih dari itu, peran dalam peningkatan perekonomian masyarakat melalui permodalan usaha mikro merupakan peran strategis yang seharusnya menjadi suatu solusi bagi keraguan masyarakat akan lembaga berbasis syari’ah di Indonesia. (PKPU/Dwi Enamarty/Bandung).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar